Percayalah... Suatu saat nanti... Kita 'kan dipertemukan kembali... Bintang... :)

Rabu, 15 Februari 2012

Asal Mula Nama Aceh

Aceh adalah nama sebuah Bangsa yang mendiami ujung paling utara pulau sumatera yang terletak di antara samudera hindia dan selat malaka.

Aceh merupakan sebuah nama dengan berbagai legenda dan mitos , sebuah bangsa yang sudah dikenal dunia internasional sejak berdirinya kerajaan poli di Aceh Pidie dan mencapai puncak kejayaan dan masa keemasan pada zaman Kerajaan Aceh Darussalam di masa pemerintahan Sulthan Iskandar Muda hingga berakhirnya kesulthanan Aceh pada tahun 1903 di masa Sulthan Muhammad Daud Syah.

Dan walau dalam masa 42 tahun sejak 1903 s/d 1945 Aceh tanpa pemimpin, Aceh tetap berdiri dan terus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari tangan Belanda dan Jepang yang dipimpin oleh para bangsawan, hulubalang dan para pahlawan Aceh seperti Tgk Umar, Cut Nyak Dhien dan lain-lain dan juga Aceh mempunyai andil yang sangat besar dalam mempertahankan Nusantara ini dengan pengorbanan rakyat dan harta benda yang sudah tak terhitung nilainya hingga Aceh bergabung dengan Indonesia karena rasa iba Daud Beureueh yang termakan oleh janji manis dan air mata buaya Soekarno.

Banyak sekali tentang mitos tentang nama Aceh, Berikut beberapa mitos tentang nama Aceh :

1. Menurut H. Muhammad Said (1972), sejak abad pertama Masehi, Aceh sudah menjadi jalur perdagangan internasional. Pelabuhan Aceh menjadi salah satu tempat singgah para pelintas. Malah ada di antara mereka yang kemudian menetap. Interaksi berbagai suku bangsa kemudian membuat wajah Aceh semakin majemuk. Sepeti dikutip oleh H.M. Said (Pengarang Buku Aceh Sepanjang Abad) catatan Thomas Braddel yang menyebutkan, di zaman Yunani, orang-orang Eropa mendapat rempah-rempah Timur dari saudagar Iskandariah, Bandar Mesir terbesar di pantai Laut Tengah kala itu. Tetapi, rempah-rempah tersebut bukanlah asli Iskandariah, melainkan mereka peroleh dari orang Arab Saba.Orang-orang Arab Saba mengangkut rempah-rempah tersebut dari Barygaza atau dari pantai Malabar India dan dari pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebelum diangkut ke negeri mereka, rempah-rempah tersebut dikumpulkan di Pelabuhan Aceh.

2. Raden Hoesein Djajadiningrat dalam bukunya Kesultanan Aceh (Terjemahan Teuku Hamid, 1982/1983) menyebutkan bahwa berita-berita tentang Aceh sebelum abad ke-16 Masehi dan mengenai asal-usul pembentukan Kerajaan Aceh sangat bersimpang-siur dan terpencar-pencar.

3. HM. Zainuddin (1961) dalam bukunya Tarich Aceh dan Nusantara, menyebutkan bahwa bangsa Aceh termasuk dalam rumpun bangsa Melayu, yaitu; Mantee (Bante), Lanun, Sakai Jakun, Semang (orang laut), Senui dan lain sebagainya, yang berasal dari negeri Perak dan Pahang di tanah Semenanjung Melayu.Semua bangsa tersebut erat hubungannya dengan bangsa Phonesia dari Babylonia dan bangsa Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, India. Bangsa Mante di Aceh awalnya mendiami Aceh Besar, khususnya di Kampung Seumileuk, yang juga disebut Gampong Rumoh Dua Blah. Letak kampung tersebut di atas Seulimum, antara Jantho danTangse. Seumileuk artinya dataran yang luas. Bangsa Mante inilah yang terus berkembang menjadi penduduk Aceh Lhee Sagoe (di Aceh Besar) yang kemudian ikut berpindah ke tempat-tempat lainnya. Sesudah tahun 400 Masehi, orang mulai menyebut ”Aceh” dengan sebutan Rami atau Ramni. Orang-orang dari Tiongkok menyebutnya lan li, lanwu li, nam wu li, dan nan poli yang nama sebenarnya menurut bahasa Aceh adalah Lam Muri. Sementara orang Melayu menyebutnya Lam Bri (Lamiri). Dalam catatan Gerini, nama Lambri adalah pengganti dari Rambri (Negeri Rama) yang terletak di Arakan (antara India Belakang dan Birma), yang merupakan perubahan dari sebutan Rama Bar atau Rama Bari.

4. Rouffaer, salah seorang penulis sejarah, menyatakan kata al Ramni atau al Rami diduga merupakan lafal yang salah dari kata-kata Ramana. Setelah kedatangan orang portugis mereka lebih suka menyebut orang Aceh dengan Acehm.

5. Sementara orang Arab menyebutnya Asji. Penulis-penulis Perancis menyebut nama Aceh dengan Acehm, Acin, Acheh ; orang-orang Inggris menyebutnya Atcheen, Acheen, Achin. Orang-orang Belanda menyebutnya Achem, Achim, Atchin, Atchein, Atjin, Atsjiem, Atsjeh, dan Atjeh. Orang Aceh sendiri, kala itu menyebutnya Atjeh.

6. Informasi tentang asal-muasal nama Aceh memang banyak ragamnya. Dalam versi lain, asal-usul nama Aceh lebih banyak diceritakan dalam mythe, cerita-cerita lama, mirip dongeng. Di antaranya, dikisahkan zaman dahulu, sebuah kapal Gujarat (India) berlayar ke Aceh dan tiba di Sungai Tjidaih (baca: ceudaih yang bermakna cantik, kini disebut Krueng Aceh).Para anak buah kapal (ABK) itu pun kemudian naik ke darat menuju Kampung Pande. Namun, dalam perjalanan tiba-tiba mereka kehujanan dan berteduh di bawah sebuah pohon. Mereka memuji kerindangan pohon itu dengan sebutan, Aca, Aca, Aca, yang artinya indah, indah, indah. Menurut Hoesein Djajadiningrat, pohon itu bernama bak si aceh-aceh di Kampung Pande (dahulu),Meunasah Kandang. Dari kata Aca itulah lahir nama Aceh.

7. Dalam versi lain diceritakan tentang perjalanan Budha ke Indo China dan kepulauan Melayu. Ketika sang budiman itu sampai di perairan Aceh, ia melihat cahaya aneka warna di atas sebuah gunung. Ia pun berseru “Acchera Vaata Bho” (baca: Acaram Bata Bho, alangkah indahnya). Dari kata itulah lahir nama Aceh. Yang dimaksud dengan gunung cahaya tadi adalah ujung batu putih dekat Pasai.

8. Dalam cerita lain disebutkan, ada dua orang kakak beradik sedang mandi di sungai. Sang adik sedang hamil. Tiba-tiba hanyut sebuah rakit pohon pisang. Di atasnya tergeletak sesuatu yang bergerak-gerak. Kedua putri itu lalu berenang dan mengambilnya. Ternyata yang bergerak itu adalah seorang bayi. Sang kakak berkata pada adiknya “Berikan ia padaku karena kamu sudah mengandung dan aku belum. ”Permintaan itu pun dikabulkan oleh sang adik. Sang kakak lalu membawa pulang bayi itu ke rumahnya. Dan, ia pun berdiam diri di atas balai-balai yang di bawahnya terdapat perapian (madeueng) selama 44 hari, layaknya orang yang baru melahirkan. Ketika bayi itu diturunkan dari rumah, seisi kampung menjadi heran dan mengatakan: adoe nyang mume, a nyang ceh (Maksudnya si adik yang hamil, tapi si kakak yang melahirkan).

9. Mitos lainnya menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada seorang anak raja yang sedang berlayar, dengan suatu sebab kapalnya karam. Ia terdampar ke tepi pantai, di bawah sebatang pohon yang oleh penduduk setempat dinamaipohon aceh. Nama pohon itulah yang kemudian ditabalkan menjadi nama Aceh.

10. Talson menceritakan, pada suatu masa seorang puteri Hindu hilang, lari dari negerinya, tetapi abangnya kemudian menemukannya kembali di Aceh. Ia mengatakan kepada penduduk di sana bahwa puteri itu aji, yang artinya ”adik”. Sejak itulah putri itu diangkat menjadi pemimpin mereka, dan nama aji dijadikan sebagai nama daerah, yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi Aceh.

11. Mitos lainnya yang hidup di kalangan rakyat Aceh, menyebutkan istilah Aceh berasal dari sebuah kejadian, yaitu istri raja yang sedang hamil, lalu melahirkan. Oleh penduduk saat itu disebut ka ceh yang artinya telah lahir. Dan, dari sinilah asal kata Aceh.

12. Kisah lainnya menceritakan tentang karakter bangsa Aceh yang tidak mudah pecah. Hal ini diterjemahkan dari rangkaian kata a yang artinya tidak, dan ceh yang artinya pecah. Jadi, kata aceh bermakna tidak pecah.

13. Di kalangan peneliti sejarah dan antropologi, asal-usul bangsa Acehadalah dari suku Mantir (Mantee, bahasa Aceh) yang hidup di rimba raya Aceh. Suku ini mempunyai ciri-ciri dan postur tubuh yang agak kecil dibandingkan dengan orang Aceh sekarang. Diduga suku Manteu ini mempunyai kaitan dengan suku bangsa Mantera di Malaka, bagian dari bangsa Khmer dari Hindia Belakang.

--Okie 07:57, 7 Mei 2011 (UTC)Syauqie

Ngatain Orang Sesat kok Sesat

Hati-hati dalam menjadikan buku bacaan sebagai referensi tanpa melihat latar belakang si penulis, dikhawatirkan banyak asupan-asupan luar secara perlahan dimasukkan ke dalam alam bawah sadar otak sehingga secara tidak sadar terhipnotis menjadi pengikut tanpa adanya bekal ilmu tauhid yang memadai. Karena apapun yang melenceng dari ajaran dan hukum ilmu Tauhid, adalah sesat.

Guru besar Kaum Liberal Kontemporer : Nasr Hamid Abu Zayd. Dia adalah tokoh-tokoh liberal yang pendapat-pendapatnya sangat ekstrim, sehingga dia divonis murtad oleh Mahkamar Mesir. Dia lalu melarikan diri ke Leiden University. Dari sanalah, ia dengan dukungan negara Barat, mendidik beberapa dosen UIN/IAIN. Beberapa muridnya sudah kembali ke Indonesia dan menduduki posisi-posisi penting di UIN. 

Di Indonesia, para penghujat Al-Qur’an di kampus-kampus UIN/IAIN hampir selalu menjadikan Abu Zayd dan yang lainnya semisal Harun Nasution sebagai rujukan. Menurut Nasr Abu Zayd, Al Qur’an bukan lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah kepada Muhammad Saw, melainkan produk budaya. Metode tafsir yang digunakan adalah hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah tidak sesuai dengan zaman. Juga dikatakan Abu Zayd, “Sebagai budaya, posisi Al Qur’an tidak berbeda dengan rumput.” Ada juga diantaranya yang mengatakan, "Mengikuti Nabi Muhammad, bukan mengikuti agama, melainkan mengikuti Arab." 

Apalagi, Nasr Hamid Abu Zayd pun melecehkan metodelogi Imam Syafi’I, dan menyimpulkan poligami bukan ajaran Islam. Juga dalam hal warisan, hukum 2:1 dinilai belum final. Parahnya lagi yang mengatakan menikah bukan ibadah. Lalu hal lain yang mereka gencarkan? Proyek "Gender" yang terbukti gagal di negara-negara barat kini memasuki peradaban Timur. Dengan mengatasnamakan HAM, mereka berhasil mengadu domba para wanita dan laki-laki dengan bukti meningkatnya angka perceraian misalnya di Aceh, dan pelecehan terhadap wanita (karena wanita ingin disamakan). 

Pada dasarnya istilah "Islam Liberal", "Islam Progressif", "Islam Inklusif", "Islam Sekuler", "Islam Reduksionis", "Islam Akomodatif", dan yang sejenisnya, sebenarnya hanya merujuk pada "Satu Makhluk Yg Sama" yaitu tentang "Islam Yg Tunduk Dan ter-subordinasikan kepada barat". Islam yg Kaaffaah dan tak cocok dengan barat, otomatis disebut sebagai: Fundamentalis yg Radikal dan Terrorist. Anehnya, masih ada org yg mengaku muslim yg dengan rela menerima penisbatan sesat menyesatkan ini. 

Lalu ada dari kita yang mengatakan, tidak ada ajaran yang sesat, melainkan kita yang saling menyesatkan. Ketika arah tujuan kita ke timur, lalu ada dari kelompok kita yang menuju barat, apa lantas kita diam saja? Sebagai makhluk berakal yang peduli, selayaknya kita mengatakan “Teman, kamu salah arah, jika kesana kamu akan tersesat.”  Semua pemikiran-pemikiran yang melenceng di atas didukung oleh Hukum Human Right, tentang kebebasan perfikir dan berpendapat. Dengan kata lain, negara-negara memberikan jaminan kepada siapa saja, "Silahkan Anda sesat, itu hak Anda." 

Wallahu a'lam...

Buanglah Tempat Pada Sampahnya

Aku sering mendengar tentang peringatan jangan buang sampah sembarangan ketika tiba di daerah kepulauan. Dan memang, sampah seharusnya dikelola dengan baik, tidak hanya di pulau, dimanapun hendaknya lebih memperhatikan sampah yang kita buang, aku sering memarahi adikku ketika melihat mereka membauang sampah sembarangan.

Sebelum tiba di pulau, temanku menasehatiku agar tidak sembarang membuang sampah, awalnya aku sangat senang, meskipun belum percaya, segitukah masyarakat di pulau peduli dengan sampah? jadi kenapa mesti se heboh itu para pendatang membicarakan tentang sampah. Tanyaku dalam hati.

Jauh berbeda dengan apa yang kudengar. Seolah aturan “Buanglah sampah pada tempatnya” hanya berlaku bagi pendatang. Sedangkan masyarakat lokal, bebas membuang sampah sesuka hati mereka.  Wow... amazing... luar biasa, biasa diluar...

Aku melihat ternyata warning untuk tidak membuang sampah sembarangan hanya beredar di telinga para pendatang, yang bukan merupakan penduduk setempat. Faktanya, di pulau masih banyak sampah yang berserakan dimana-mana. Drainase yang seharusnya mengalirkan air menjadi sumbat dan penuh dengan beraneka ragam corak plastik dan botol.  Karang laut seolah tercipta dari kaleng-kaleng dan plastik-plastik bekas hasil limbah masyarakat disana.

PENGELOLAAN SAMPAH

Memang telah menjadi sebuah realita ketika para pejabat di pemerintah yang berlomba-lomba menjadi nomor 1 untuk menjadi pemimpin di negara kita hanya untuk mengejar satu tujuan. Proyek. Ini lah perjuangan mati-matian untuk mengumpulkan harta dan kekayaan pribadi dan kelompoknya.

Jadi wajar, jika ada hal-hal yang bersifat kecil, namun memiliki efek yang besar, seperti halnya sampah kurang diperhatikan oleh pemerintah. Penyadaran akan pemanfaatan sampah di level masyarakat masih sangat rendah. Bagaimana menciptakan program-program penyuluhan yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan pejabat sendiri masih membuang sampah seenaknya dari mobilnya na mewah ketika melintas di jalan raya.

Wajar, jika kita melihat pejabat yang hobi “nyampah”, toh mereka juga sampah. Tapi tidak wajar, ketika ajakan gotong royong yang pernah digalakkan oleh pemerintah, hanya sebatas rutinitas/ gerakan massa untuk membersihkan selokan dan mengutip sampah-sampah yang berserakan. Seakan-akan pemerintah mengatakan, “buanglah sampah sesukamu, lalu bersihkan ketika gotong royong nanti.” Terlalu... (kata bang Haji Rhoma)

Bayangkan ketika masyarakat telah mengelola tempat pembuangan sampah secara baik, yang didukung oleh adanya dukungan pemerintah yang mengangkut sampah-sampah yang dikumpulkan oleh masyarakat, otomatis, gerakan gotong royong untuk mengutip sampah, sungguh tidak diperlukan lagi.

Terdasar maupun tidak, semua kita memdambakan sebuah area yang bersih dan bebas dari sampah. Sebuah desa yang asri dan enak dipandang mata. Seluruh elemen mendambakan provinsi yang mempunyai tempat pengelolaan sampah yang memadai.

Tanyakan diri masing-masing, kenapa masih merasa berat menggerakkan tangan kita mendekati tempat sampah? Meskipun tempat itu sudah dipenuhi sampah, jika kita tidak menambah, niscaya sampah tidak akan bertambah bukan? Nah, jadi kalau bukan kita yang membuang sampah, siapa lagi? Bukankah tidak akan ada sampah jika kita tidak membuangnya?

Kemudian M. Sampee Edwards dengan ide kreatifnya membuat karikatur Gam Cantoi dengan gambar anjing yang sedang membuang sampah pada sebuah area yang bertuliskan "Yang buang sampah disini adalah binatang"


B I S M I L L A A H I R R A H M A A N I R R A H I I M . . . MARI B E R S A M A B E R B A G I R A N G K A I A N C E R I T A, G O R E S A N K I S A H, K E K U A T A N A Q I D A H, DAN K E T A J A M A N P E N G E T A H U A N . . . . . "KUTITIPKAN SENYUMKU, DI SEJUTA MANIS SENYUMNYA...

Suka

Share to Facebook >>