Jangan kaget dulu dengan tajuknya. Karena ini bukan penghinaan, melainkan hanya sekilas opini saya terhadap kata "Terima Kasih."
"Terima kasih" adalah satu kata yang sering diucapkan bila seseorang mendapatkan penghargaan atau pemberian dari orang lain. Lalu kenapa di Aceh tidak pernah ada kata "Terima Kasih" atau yang sering di terjemahkan dengan "Teurimong Geunaseh" yang menurut saya merupakan bahasa Indonesia yang di Aceh-kan.
Faktanya, ata "Terimong Geunaseh" tidak terdapat baik dalam kamus literatur Aceh maupun catatan sejarah. Lalu, apakah orang Aceh tidak tahu ber-Terima Kasih? Jawabannya adalah TIDAK.
Dalam tradisi yang dicontohkan secara turun temurun di Aceh, kata "ALHAMDULILLAH" merupakan pengganti kata terimakasih, artinya, dengan kita bersyukur kepada Allah, berarti kita telah berterimakasih kepada sesama manusia. Disisi lain, terdapat pahala setiap pengucapan kata "Alhamdulillah" tersebut, sekaligus doa untuk keberkahan rezeki si pemberi. Sepintas saya teringat Ibu saya yang MELARANG adik saya dan cucu2nya (walaupun bukan dari saya, hehe) mengucapkan kata terimakasih dan meminta menggantikan dengan kata "Alhamdulillah." Hingga pada akhirnya, Syahrini menge-trend-kan kata ini, "Alhamdulillah ya..." hehee...
Tentu nya juga sudah ada kosa kata yang digunakan untuk mengekspresikan pemberian seseorang. "SABAH" sama artinya dengan "THANKS" dalam bahasa Inggris atau "Syukran" dalam bahasa Arab. Namun kata "SABAH" yang terdapat dalam kamus Aceh ini hampir tidak pernah lagi diucapkan oleh orang Aceh, dikarenakan orang Aceh lebih nyaman mengucapkan "Alhamdulillah."
Lalu, mana yang anda pilih? mengucapkan Alhamdulillah? atau Terimong Geunaseh (Illegal Speech), atau Sabah (Registered)...