Aku sering mendengar tentang peringatan jangan buang sampah sembarangan ketika tiba di daerah kepulauan. Dan memang, sampah seharusnya dikelola dengan baik, tidak hanya di pulau, dimanapun hendaknya lebih memperhatikan sampah yang kita buang, aku sering memarahi adikku ketika melihat mereka membauang sampah sembarangan.
Sebelum tiba di pulau, temanku menasehatiku agar tidak sembarang membuang sampah, awalnya aku sangat senang, meskipun belum percaya, segitukah masyarakat di pulau peduli dengan sampah? jadi kenapa mesti se heboh itu para pendatang membicarakan tentang sampah. Tanyaku dalam hati.
Jauh berbeda dengan apa yang kudengar. Seolah aturan “Buanglah sampah pada tempatnya” hanya berlaku bagi pendatang. Sedangkan masyarakat lokal, bebas membuang sampah sesuka hati mereka. Wow... amazing... luar biasa, biasa diluar...
Aku melihat ternyata warning untuk tidak membuang sampah sembarangan hanya beredar di telinga para pendatang, yang bukan merupakan penduduk setempat. Faktanya, di pulau masih banyak sampah yang berserakan dimana-mana. Drainase yang seharusnya mengalirkan air menjadi sumbat dan penuh dengan beraneka ragam corak plastik dan botol. Karang laut seolah tercipta dari kaleng-kaleng dan plastik-plastik bekas hasil limbah masyarakat disana.
PENGELOLAAN SAMPAH
Memang telah menjadi sebuah realita ketika para pejabat di pemerintah yang berlomba-lomba menjadi nomor 1 untuk menjadi pemimpin di negara kita hanya untuk mengejar satu tujuan. Proyek. Ini lah perjuangan mati-matian untuk mengumpulkan harta dan kekayaan pribadi dan kelompoknya.
Jadi wajar, jika ada hal-hal yang bersifat kecil, namun memiliki efek yang besar, seperti halnya sampah kurang diperhatikan oleh pemerintah. Penyadaran akan pemanfaatan sampah di level masyarakat masih sangat rendah. Bagaimana menciptakan program-program penyuluhan yang dibuat oleh pemerintah, sedangkan pejabat sendiri masih membuang sampah seenaknya dari mobilnya na mewah ketika melintas di jalan raya.
Wajar, jika kita melihat pejabat yang hobi “nyampah”, toh mereka juga sampah. Tapi tidak wajar, ketika ajakan gotong royong yang pernah digalakkan oleh pemerintah, hanya sebatas rutinitas/ gerakan massa untuk membersihkan selokan dan mengutip sampah-sampah yang berserakan. Seakan-akan pemerintah mengatakan, “buanglah sampah sesukamu, lalu bersihkan ketika gotong royong nanti.” Terlalu... (kata bang Haji Rhoma)
Bayangkan ketika masyarakat telah mengelola tempat pembuangan sampah secara baik, yang didukung oleh adanya dukungan pemerintah yang mengangkut sampah-sampah yang dikumpulkan oleh masyarakat, otomatis, gerakan gotong royong untuk mengutip sampah, sungguh tidak diperlukan lagi.
Terdasar maupun tidak, semua kita memdambakan sebuah area yang bersih dan bebas dari sampah. Sebuah desa yang asri dan enak dipandang mata. Seluruh elemen mendambakan provinsi yang mempunyai tempat pengelolaan sampah yang memadai.
Tanyakan diri masing-masing, kenapa masih merasa berat menggerakkan tangan kita mendekati tempat sampah? Meskipun tempat itu sudah dipenuhi sampah, jika kita tidak menambah, niscaya sampah tidak akan bertambah bukan? Nah, jadi kalau bukan kita yang membuang sampah, siapa lagi? Bukankah tidak akan ada sampah jika kita tidak membuangnya?
Kemudian M. Sampee Edwards dengan ide kreatifnya membuat karikatur Gam Cantoi dengan gambar anjing yang sedang membuang sampah pada sebuah area yang bertuliskan "Yang buang sampah disini adalah binatang"